Kritik Menguat terhadap Besaran Tunjangan DPRD Banyumas, Publik Tuntut Efisiensi Anggaran
Isu mengenai tunjangan perumahan dan transportasi DPRD Banyumas terus menuai sorotan publik. Sejumlah aktivis, tokoh masyarakat, hingga mantan pimpinan organisasi mahasiswa menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 9 Tahun 2024 yang mengatur hak keuangan legislatif daerah.
Respons Pemerintah Dinilai Normatif
Bejo Wijaya dari Jaringan Masyarakat Banyumas menilai masyarakat sudah jenuh dengan jawaban normatif pemerintah setiap kali audiensi dilakukan. “Jawabannya selalu sama: akan ditindaklanjuti, tapi tidak ada perubahan nyata,” ujarnya, Kamis (18/9/2025).
Ia menambahkan, penyampaian aspirasi melalui aksi bersama dan publikasi media perlu digencarkan agar isu ini mendapat perhatian pejabat publik di tingkat provinsi, termasuk Gubernur Jawa Tengah. Sebab, perubahan Perbup memerlukan persetujuan gubernur.
Kritik dari Kalangan Mahasiswa
Abid Hanifi Samha, mantan Presiden BEM KM Universitas Muhammadiyah Purwokerto periode 2022/2023, menilai besaran tunjangan DPRD Banyumas tidak proporsional dengan kondisi ekonomi warga.
Dalam aturan tersebut, Ketua DPRD menerima tunjangan perumahan Rp42,6 juta dan transportasi Rp14,5 juta per bulan. Wakil Ketua menerima Rp34,6 juta untuk perumahan dan Rp14,5 juta transportasi. Anggota DPRD mendapat Rp23,6 juta untuk perumahan dan Rp13,5 juta transportasi. Jumlah ini belum termasuk tunjangan komunikasi intensif, reses, maupun representasi lainnya.
“UMK Banyumas tahun 2024 hanya Rp2.338.410. Artinya, tunjangan Ketua DPRD setara 24 kali lipat UMK. Ini mencerminkan kesenjangan yang sangat jauh,” tegas Abid.
Menurutnya, kebijakan tersebut mencederai rasa keadilan sosial. Dana miliaran rupiah seharusnya dialokasikan untuk sektor mendesak seperti pendidikan, kesehatan, atau program ekonomi kerakyatan. Ia pun mengajak mahasiswa dan masyarakat untuk aktif mengawal anggaran daerah agar berpihak pada rakyat. “Setiap rupiah berasal dari keringat rakyat. Maka penggunaannya harus mencerminkan keadilan sosial,” tambahnya.
Seruan Efisiensi Anggaran
Pandangan kritis juga datang dari Wahyu Riyono SE MM, mantan Ketua DPD PAN Banyumas. Ia menilai tunjangan perumahan DPRD sebaiknya dihapus total, bukan sekadar direvisi.
“Kalau dihapus, ada efisiensi sekitar Rp1,2 miliar per bulan. Apalagi, semua anggota dewan sudah memiliki rumah di kabupaten. Jadi, pemberian tunjangan itu tidak relevan,” jelasnya.
Selain itu, Wahyu menyarankan agar tunjangan transportasi juga dipangkas separuhnya. Menurutnya, kebijakan saat ini tidak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang sedang digalakkan Bupati Banyumas, terutama menghadapi situasi darurat kebencanaan.
“Tunjangan perumahan DPRD tidak sesuai dengan semangat efisiensi sebagaimana Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025,” tegasnya.
Kesimpulan
Gelombang kritik terhadap tunjangan DPRD Banyumas menandakan meningkatnya kesadaran publik akan pentingnya transparansi dan keadilan dalam penggunaan anggaran daerah. Harapan masyarakat jelas: kebijakan keuangan legislatif harus mencerminkan keberpihakan pada rakyat, bukan hanya kepentingan segelintir elit.
Posting Komentar